KOTABANDUNG.ID – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Stasiun Klimatologi Jawa Barat kembali mengingatkan masyarakat Kota Bandung dan sekitarnya untuk tetap meningkatkan kewaspadaan terhadap potensi cuaca ekstrem dalam beberapa hari mendatang.
Menurut laporan resmi yang dirilis BMKG pada 4 November 2025, wilayah Jawa Barat masih berpotensi mengalami hujan lebat disertai petir dan angin kencang, terutama pada sore hingga malam hari. Kondisi ini bukan hanya terjadi di Bandung, tetapi juga di beberapa kota penyangga seperti Cimahi, Sumedang, hingga kawasan Lembang dan Cicalengka.
Cuaca ekstrem tersebut tidak hanya menimbulkan genangan air, tetapi juga berpotensi menyebabkan angin puting beliung dan kerusakan infrastruktur ringan hingga berat, terutama di daerah dengan kepadatan permukiman tinggi.
Baca juga: Abdi Nagri Nganjang ka Warga Edisi 29 Digelar di Gedung Sate Bandung
Penyebab Cuaca Ekstrem di Jawa Barat
Dalam Analisis Dampak Cuaca Ekstrem Provinsi Jawa Barat, BMKG menjelaskan bahwa kondisi cuaca saat ini dipengaruhi oleh beberapa faktor atmosfer yang saling berkaitan. Salah satu faktor dominan adalah nilai Dipole Mode Indeks (DMI) yang tercatat negatif sebesar -1.94.
Nilai negatif ini menunjukkan meningkatnya aktivitas pembentukan awan hujan di wilayah Indonesia bagian barat, termasuk Jawa Barat. Artinya, sistem cuaca di Samudra Hindia sedang mendorong lebih banyak uap air menuju kawasan Indonesia barat, sehingga meningkatkan intensitas hujan di daerah ini.
Selain itu, suhu muka laut di sekitar perairan Indonesia yang masih tergolong hangat turut memperkuat pembentukan awan konvektif. Air laut yang hangat menjadi “bahan bakar” bagi atmosfer untuk menciptakan uap air berlimpah, yang kemudian naik ke atmosfer dan membentuk awan hujan tebal.
Pengaruh Siklon Tropis Kalmaegi dan Perubahan Arah Angin
BMKG juga mencatat adanya pengaruh signifikan dari Siklon Tropis Kalmaegi yang terbentuk di wilayah Filipina. Siklon ini menyebabkan pola angin di sekitar Jawa Barat berbelok ke arah pusat siklon, menciptakan konvergensi atau pertemuan massa udara yang mempercepat terbentuknya awan hujan di langit Jawa Barat.
Sirkulasi angin yang tidak stabil ini menjadi salah satu penyebab munculnya awan Cumulonimbus (Cb), yaitu awan tebal berwarna kelabu yang sering memicu hujan deras, petir, hingga angin kencang.
BMKG juga melaporkan bahwa kelembapan udara di wilayah Jawa Barat saat ini berada pada kisaran 55 hingga 95 persen, yang membuat atmosfer menjadi sangat lembap dan mudah tidak stabil. Dalam kondisi seperti ini, sedikit pemanasan dari sinar matahari dapat memicu konveksi kuat yang menghasilkan badai lokal.
Fenomena Puting Beliung di Ujungberung
Pada Selasa, 4 November 2025, BMKG mendeteksi pertumbuhan awan hujan sangat kuat di kawasan Ujungberung, Kota Bandung, sekitar pukul 16.19 WIB. Awan tersebut mencapai puncak ketebalan pada pukul 16.27 WIB dan mulai menghilang menjelang pukul 17.23 WIB.
Dalam rentang waktu tersebut, terjadi angin kencang disertai pusaran yang dikenal dengan istilah puting beliung, menyebabkan sejumlah pohon tumbang serta kerusakan pada ratusan rumah warga.
Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Rakhmat Prasetia, menjelaskan bahwa fenomena ini merupakan akibat dari embusan angin kuat sesaat (downburst) yang keluar dari dasar awan Cumulonimbus.
“Fenomena seperti ini bisa muncul dengan cepat, terutama saat udara panas di siang hari berubah menjadi mendung pekat di sore hari,” jelas Rakhmat dalam keterangan tertulisnya.
Karakteristik Awan Cumulonimbus yang Berbahaya
Awan Cumulonimbus dikenal sebagai awan vertikal raksasa yang menjulang tinggi hingga puluhan kilometer di langit. Awan ini biasanya berwarna abu-abu gelap dan sering kali menjadi pertanda akan datangnya cuaca buruk.
Menurut BMKG, pembentukan awan Cumulonimbus di Bandung meningkat tajam beberapa hari terakhir. Hal ini disebabkan oleh kombinasi faktor atmosfer seperti kelembapan tinggi, suhu permukaan yang panas, dan tekanan udara rendah.
Ketika awan ini mencapai puncaknya, dapat terjadi petir, kilat, hujan deras, bahkan puting beliung. Oleh karena itu, masyarakat disarankan untuk menghindari aktivitas di luar ruangan ketika awan hitam pekat mulai terlihat menumpuk di langit.
Imbauan BMKG untuk Masyarakat Bandung
BMKG menegaskan bahwa masyarakat harus selalu waspada terhadap perubahan cuaca mendadak. Cuaca ekstrem seperti ini bisa datang tanpa tanda-tanda yang jelas, sehingga langkah pencegahan menjadi sangat penting untuk mengurangi risiko.
Berikut beberapa langkah yang disarankan oleh BMKG agar masyarakat lebih siap menghadapi kondisi cuaca ekstrem:
- Hindari berteduh di bawah pohon, papan reklame, atau tiang listrik saat hujan deras disertai petir. Objek tinggi tersebut bisa menjadi konduktor listrik alami yang berbahaya.
- Cabut semua peralatan elektronik dari sumber listrik ketika terjadi sambaran petir untuk mencegah kerusakan atau korsleting.
- Waspadai potensi tanah longsor di wilayah perbukitan serta genangan air atau banjir lokal di dataran rendah.
- Pantau terus informasi cuaca terbaru dari BMKG melalui aplikasi, media sosial, atau situs resmi agar tidak tertinggal pembaruan kondisi cuaca.
- Amankan barang-barang di luar rumah, seperti atap seng, pot bunga, atau benda ringan lainnya yang berpotensi terhempas oleh angin kencang.
Tanda-Tanda Cuaca Ekstrem yang Perlu Dikenali
Menurut BMKG, masyarakat juga perlu memahami tanda-tanda awal datangnya cuaca ekstrem. Beberapa di antaranya meliputi:
- Langit tiba-tiba menggelap dengan awan bergerak cepat dari arah barat atau barat laut.
- Suhu udara meningkat drastis di siang hari, diikuti hembusan angin dingin beberapa menit sebelum hujan.
- Muncul kilatan petir di kejauhan meskipun belum turun hujan.
- Aroma tanah basah atau udara lembap yang kuat sebelum hujan turun.
Tanda-tanda ini bisa menjadi indikator bahwa atmosfer sedang tidak stabil dan hujan deras kemungkinan besar akan segera datang.
Cuaca Ekstrem dan Masa Peralihan ke Musim Hujan
Kepala Stasiun Klimatologi Jawa Barat, Rakhmat Prasetia, menyebutkan bahwa pola cuaca ekstrem ini merupakan bagian dari masa transisi menuju puncak musim hujan di wilayah Jawa Barat.
“Cuaca ekstrem ini merupakan tanda masa peralihan menuju puncak musim hujan. Kami mengimbau masyarakat tetap memantau informasi resmi dari BMKG agar bisa lebih siap menghadapi perubahan cuaca,” ujar Rakhmat.
BMKG memprediksi bahwa potensi hujan ringan hingga sedang masih akan terjadi selama tiga hari ke depan, dengan intensitas lebih tinggi pada sore hingga malam hari. Setelah periode ini, hujan diperkirakan akan menjadi lebih teratur dan intensitasnya stabil seiring masuknya musim hujan penuh.
Peran Masyarakat dan Pemerintah Daerah
Selain imbauan individu, BMKG juga meminta pemerintah daerah untuk terus memantau perkembangan cuaca dan menyiagakan tim tanggap darurat, terutama di wilayah yang rawan bencana seperti longsor dan banjir bandang.
Langkah antisipatif seperti pembersihan saluran air, pemangkasan pohon tinggi, serta penyuluhan kepada masyarakat perlu dilakukan secara berkala untuk meminimalkan dampak bencana akibat cuaca ekstrem.
Warga juga diimbau untuk tidak menyebarkan informasi palsu atau hoaks terkait cuaca. Hanya informasi resmi dari BMKG yang dapat dijadikan acuan, baik untuk kegiatan sehari-hari maupun untuk kebijakan mitigasi bencana.
Fenomena cuaca ekstrem yang melanda Bandung saat ini adalah hal yang alami dalam siklus tahunan atmosfer tropis. Namun, dampaknya bisa menjadi serius jika masyarakat tidak siap dan abai terhadap peringatan dini.
Dengan memahami penyebab, tanda-tanda, dan langkah mitigasi yang tepat, masyarakat bisa lebih siap menghadapi kondisi cuaca ekstrem yang diperkirakan masih akan terjadi dalam beberapa hari ke depan.
BMKG mengingatkan, kewaspadaan adalah kunci utama untuk mengurangi risiko dari fenomena alam seperti hujan lebat, petir, dan angin kencang. Tetap pantau informasi cuaca terkini dan utamakan keselamatan di atas segalanya.





